Sunday, December 5, 2010

KEBERSIHAN KOTA PONTIANAK

ti di 04.44

Masyarakat Kota Pontianak patut bangga dengan adanya pengolahan sampah yang terletak di TPA Batulayang. Sampah bisa diubah jadi rupiah dan kota pertama di Indonesia yang menerapkan Protokol Kyoto yang fokus mereduksi gas karbon.
Sampah yang menumpuk di TPA biasanya hanya mengandalkan reduksi alami. Yakni pembusukan bahan organik oleh bakteria organik. Sayangnya hasil pembusukan secara organik melepaskan gas metan yang mudah terbakar sehingga menyumbang karbon di udara. Karbon melesat ke udara dan menyebabkan panas bumi meningkat.
Reduksi sampah secara tradisional juga dengan membakar. Sampah-sampah, terutama yang plastik tak bisa cepat terurai menjadi tanah. Petugas dinas kebersihan biasanya mengambil jalan pintas dengan membakar. Aktivitas pembakaran ini juga menyebabkan gas karbon meningkat di udara yang pada akhirnya menimbulkan global warming.
Panas bumi yang meningkat akibat hal-hal seperti di atas dikenal dengan istilah dampak rumah kaca. Dan dari dampak peningkatan suhu di permukaan bumi maka es di kutub utara dan selatan akan mencair lebih pesat sehingga dataran-dataran rendah di permukaan bumi berisiko banjir besar. Kota Pontianak pun sudah kerap kali merasakannya akhir-akhir ini. Apalagi pada sektor yang lain hutan menipis, lahan pertanian terkonversi ke lahan-lahan beton, industri yang tak ramah lingkungan meningkat dan ozon bocor. Lengkaplah sudah.
Konsentrasi dalam memecahkan persoalan tersebut dilakukan negara-negara maju dengan kesepakatan Kyoto. Kerap disebut Protokol Kyoto. Inti dari Protokol Kyoto adalah bagaimana gas karbon bisa direduksi.
Salah satu langkah yang ditempuh adalah upaya-upaya menekan pengeluaran gas karbon, termasuk dari kahan TPA. Bagi para pihak yang bisa menekan gas karbon dengan ukuran tertentu yang memenuhi standar CER (Certificate Emmision Reduction) maka akan dibayar. Oleh karena itu TPA Batulayang menerobos peluang tersebut dengan kerjasama Pemkot dan PT Gikoko Kogyo sehingga bisa mengelola sampah menjadi rupiah.
Wali Kota Pontianak, Buchary A. Rachman, menjelaskan, TPA Batulayang terletak pada jarak 15 km dari Kota Pontianak di lahan milik pemerintah seluas 26,6 Ha. Diperkirakan pada akhir tahun 2006 TPA Batulayang telah menampung 400.000 ton sampah.
TPA Batulayang mulai beroperasi tahun 1996 dengan luas sebesar 13 Ha. Buchary mengatakan pembebasan lahan dimulai pada tahun 1994 untuk luas lahan sebesar 5,4 Ha. Perluasan lahan berlanjut sampai sebesar 26,6 Ha luas lahan.
Saat ini hanya 11 Ha yang sudah dipergunakan dan sebagian dipergunakan sebagai zona penyangga atau buffer zone. Ia mengungkapkan TPA Batulayang menerapkan sistem Lahan Urug Terkendali atau Controlled Landfill Management System.
Dipaparkannya, sekitar TPA terdapat masyarakat yang secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu masyarakat Kelurahan Batulayang dan Kelurahan Siantan Hilir.
Kelurahan Batulayang (RT 05/04) memiliki 556 penduduk di mana 20 persen penduduknya bekerja sebagai pemulung dan Kelurahan Siantan Hilir (RT 05/15) memiliki 52 penduduk di mana 80 persennya adalah pemulung. Aktivitas mereka sebagai pemulung adalah mengumpulkan sampah dan menjualnya ke bandar atau lapak.
Pembaharuan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) mencermati dampak lingkungan
dikarenakan oleh rencana perluasan TPA Batulayang, Pontianak. Perluasan lahan akan
memperbesar TPA menjadi dari 13 Ha yang efektif menjadi 26,6 Ha. “Perluasan TPA
diperlukan untuk menampung jumlah sampah Kota Pontianak yang terus meningkat,” kata Buchary belum lama ini.
Ketinggian tumpukan sampah akan dikontrol sehingga tidak melebihi 5 meter. Sistem
manajemen air lindi dengan kontrol yang baik merupakan bagian dari rencana ini.
Sampah akan diangkut dari Tempat Pembuangan Sementara (TPS) menggunakan truk
tertutup (dump truck, arm roll, compactor truck) menuju TPA. Excavator akan
digunakan untuk memindahkan sampah, sedangkan buldozer akan memadatkan dan
membentuk sampah menjadi tumpukan.
Ketika tumpukan sampah mencapai ketinggian 2 meter maka harus ditutup tanah dan dipadatkan lagi. Ketinggian sampah akan berkurang sampai 40 persen, kemudian sampah baru akan ditimbun di atasnya. Proses ini dilakukan terus sampai ketinggian sampah mencapai 5 meter.
Berdasarkan informasi dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Pontianak rencana
akhir total perluasan TPA kota Pontianak akan mencapai total 30. Akan tetapi Pemerintah Kota Pontianak belum ada rencana yang jelas kapan sisa lahan 2,9 ha akan dibebaskan. Karena ketersediaan dana dari APBD menjadi faktor penentu.
Di tahun 2007 ini telah dialokasikan dana untuk pembelian lahan seluas 0,5 ha. Pembebasan tanah yang akan dilakukan mengikuti Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005 dan No. 65 Tahun 2006.
Masyarakat yang tinggal di sekitar TPA terdiri dari orang-orang Madura, Dayak dan Jawa, yang merupakan masyarakat pendatang. Mereka tinggal di dua RT dari dua Kelurahan, yaitu RT05/RW04 Kelurahan Batulayang dan RT05/RW15 Kelurahan Siantan Hilir.
Pekerjaan mereka adalah sebagai petani, pegawai negeri, buruh harian dan pemulung. Penghasilan mereka Rp 15,000 – Rp 26,000 (US$ 1.65 – US$ 2.86). Sebagai pemulung mereka mendapatkan penghasilan sebesar Rp. 10,000 – Rp 20,000 (US$ 1.10 -

No comments:

Post a Comment